Alexa duduk bersama
Tanner, sang kakak, dan teman-temannya di Hogwarts Express. “Hi, I’m Ryan.
What’s your name?” tanya salah satu teman Tanner. “Kau menggoda adikku, Ryan?”
Tanner mendekatkan Alexa ke arahnya dari ‘serangan’ Ryan. Semua teman Tanner,
yang berjumlah 5 orang, termasuk Ryan, tertawa. Alexa, yang merupakan orang
paling muda disitu hanya bisa terdiam.
Setelah beberapa jam
duduk di kereta dengan menyisakan bungkus permen dan coklat di tempat duduk,
Alexa sampai di Hogwarts. “Alexa, sebaiknya kau cari teman seangkatanmu. Kita
akan naik kereta kuda menuju kastil. Dan tidak akan muat jika ditumpangi oleh
enam orang. Maaf,” ujar Tanner setelah turun dari kereta. “Hm, no prob, Tanner.
Bye,” balas Alexa sambil memeluk Tanner. Tanner kemudian menghampiri
teman-temannya yang tadi duduk bersama Alexa.
Alexa berjalan
mencari kereta kuda untuk dia tumpangi. “Hai!” seorang lelaki bertubuh sedang
dan berambut agak pirang menepuk pundaknya. Alexa memekik pelan. “Ah, kau tidak
perlu takut. Aku sama sepertimu, murid baru,” kata lelaki itu seakan bisa
membaca pikirannya. “Namaku James, James Sirius Potter,” lanjutnya. “Oh,
uhm---aku Alexa. Alexa Chance,” balas Alexa. “Nama yang bagus! Maukah kau
menemaniku menumpangi kereta kuda ini?” tanya James sambil menunjuk sebuah
kendaraan beroda tanpa ada yang menariknya.”Hei, ini tidak ada yang
menariknya,” ujar Alexa sedikit takut. “Kau takut Alexa? Tenang, kau tidak
perlu takut! Sebenarnya mereka ada, hanya saja hanya orang-orang tertentu yang
bisa melihatnya,” jelas James sambil membantu Alexa naik. “Hah? Orang-orang
tertentu? Maksudmu?” tanya Alexa yang kesulitan untuk duduk karena kereta itu
basah. “Jadi, hanya orang-orang yang pernah melihat kematian secara langsung
saja yang bisa melihat hewan itu,” kata James tersenyum. Alexa berho-oh sambil
menanggukan kepalanya.
“Alexa Chance,”
panggil wanita tua yang memegang sebuah topi yang dapat berbicara. Alexa duduk disebuah
kursi, lalu wanita tua tersebut meletakkan topi itu diatas kepalanya. “Darah murni. Pintar. Rajin. Oh
tidak---jenius! Memiliki sikap keingintahuan yang tinggi. Tidak takut akan
kekalahan, selalu mengakui kesalahan, memiliki tingkat keberanian yang sangat
tinggi. Gryffin---oh, RAVENCLAW!” anak-anak Ravenclaw bersorak. Alexa
langsung berlari menuju meja Ravenclaw. James terlihat kurang setuju dengan
keputusan topi seleksi untuk memasukkan Alexa ke Ravenclaw.
James melempar
jubahnya ke kursi, kemudian melemparkan tubuhnya ke atas kasur. “Alexa? Ravenclaw? Bagaimana bisa? Dia
jenius, darah murni, dan dia termasuk orang yang nekat menurutku,” James
mendesah di kamar barunya di ruang Gryffindor. Dia memukul dirinya sendiri
dengan bantalnya. Teman-teman barunya yang satu kamar dengannya tidak berani
menyapa atau menenangkan James. Karena memang, malah itu James terlihat
“garang” akibat Alexa dan dirinya tidak satu asrama.
***
3 years later....
Greyson sedang memakan nasi-jamur-keju-leleh bersama Alexa dan Tanner pagi itu. Suasana di rumah sangat sepi semenjak Scott pergi ke luar kota untuk tugas dari kementrian sihir, dan Lisa ikut menemaninya. "Kira-kira Dad pulangnya kapan ya?" Greyson memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya. "Tugas Dad sangat sulit, Grey. Susah memprediksikan kapan Dad puulang. Bersyukurlah masih ada kami disini," ujar Tanner lalu merangkul Greyson.
Krak...
Greyson sedang memakan nasi-jamur-keju-leleh bersama Alexa dan Tanner pagi itu. Suasana di rumah sangat sepi semenjak Scott pergi ke luar kota untuk tugas dari kementrian sihir, dan Lisa ikut menemaninya. "Kira-kira Dad pulangnya kapan ya?" Greyson memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya. "Tugas Dad sangat sulit, Grey. Susah memprediksikan kapan Dad puulang. Bersyukurlah masih ada kami disini," ujar Tanner lalu merangkul Greyson.
Krak...
Greyson menoleh ke
arah ruang tamu. “Oreo?” Greyson berlari ke sumber suara. Dan benar saja, Oreo,
burung hantu milik keluarga Greyson baru saja datang membawa sebuah surat. “SURAT
DARI HOGWARTS!”, Greyson mengambil surat itu dari paruh Oreo. Alexa dan Tanner
langsung berlari dari ruang makan lalu memeluk adik kecil mereka. Greyson membuka
surat itu.
*************************************************************************************************
Hogwarts
School of Witchcraft and Wizardy
Headmaster:
Albus Dumbledore
Dear
Mr.Chance
We are pleassed to inform you that you have been accepted at Hogwarts of Witchcraft and Wizardy. Please find enclosed a list of all the necessary books and equipment.
Term begins on September, 1. We await your owl by no later that July, 31.
Your sincerely,
We are pleassed to inform you that you have been accepted at Hogwarts of Witchcraft and Wizardy. Please find enclosed a list of all the necessary books and equipment.
Term begins on September, 1. We await your owl by no later that July, 31.
Your sincerely,
Minerva McGonagall
*********************************************************************
“Ready?” tanya
Tanner. “For what?” Alexa dan Greyson balik bertanya. “Beli perlengkapan lah! Dad
sudah menitipkan uangnya kepadaku sebelum berangkat tugas,” ujar Tanner. “Oh
iya! Hehehe,” Greyson tersenyum lebar. “Ayo, Alexa, kau masuk duluan,” kata
Tanner sambil membukakan pintu di perapian. “Tunggu, aku akan memakai jubahku!”
teriak Alexa yang sedang menaiki tangga menuju kamarnya. “Oh iya, aku lupa!
Tunggu disini, Grey!” Greyson mengangguk.
“Oke, Alexa!” Tanner
menyuruh Alexa memasuki pintu perapian pertama, diikuti Greyson. “Sekarang kita
kemana?” tanya Greyson setelah keluar dari bangunan yang menjadi alternatif
semua penyihir yang tinggal di dunia muggle. “Kita ke---Flourish and Blotts!”
kata Alexa sambil melihat daftar barang-barang yang harus dibeli. “Tempat apa
itu?” tanya Greyson sambil berjalan. “Itu tempat untuk membeli buku-buku. Transfigurasi,
pertahanan terhadap ilmu hitam, herbiologi, mantra, seja---” “cukup Alexa!”
Greyson menutup telinganya dan berjalan lebih cepat.
“Sudah lengkap!
Tinggal beli tongkat! Ayo kita ke Ollivanders!” Tanner mengangguk lalu
merangkul kedua adiknya. “Eh tunggu! Barang kita kemana?!” Greyson baru
menyadari tidak ada barang-barang miliknya dan kedua kakaknya. Alexa
mengeluarkan tas kecil dari saku jaketnya. “What?! Ba---bagaimana bisa?!” tanya
Greyson tak percaya. “Itu pakai mantra tak terbatas. Jadi, kita bisa menyimpan
barang sesukanya di dalam sini. Perlengkapan kita sudah lengkap disini,
termasuk kualimu!” jelas Tanner. Greyson melotot tak percaya.
“Selamat datang di
Ollivander!” sapa sang pemilik toko. “Ayo, Grey! Tidak usah takut,” bisik
Alexa. “Tunggu! Grey? Greyson Chance?!” tanya pemilik toko yang mendengar
bisikan Alexa. “Euh---uhm, iya. Itu saya,”
Greyson gemetar sambil mendekatkan dirinya ke pemilik toko. “Kau---kau!
Ayo, mendekatlah, tidak perlu takut! Namaku Ollivander. Aku yang membuat tongkat
seluruh penyihir di dunia,”Lelaki tua itu memperkenalkan dirinya. “Akhirnya,
ada yang memakai tongkat itu!! Aku sudah mengira saat kau kesini tiga tahun
lalu untuk mengantar kakak perempuanmu,” lanjutnya. Greyson tidak mengerti apa
yang dikatakan Mr.Ollivander.
Mr.Ollivander
memberikan tiga tongkat sihir yang berbeda dari tongkat sihir lain yang ada di toko itu. “Coba letakkan tangan
kananmu diatasnya. Satu per satu dan perlahan-lahan,” ujar Mr.Ollivander pelan.
Greyson mengangguk dan meletakkan tangan kanannya tepat di tongkat yang
pertama. “Tidak ada reaksi apa-apa,” kata Greyson pelan. “Oh, tentu saja!
Tongkat memilih penyihir, bukan penyihir memilih tongkat!” Mr.Ollivander
mengambil tongkat pertama. “12 ½ inchi, dengan inti dari naga. Kayu aspen, cukup
lentur. Coba tongkat kedua,” kata Mr.Ollivander setelah meraba-raba tongkat
pertama.
Greyson
melakukan---seperti apa yang dia lakukan pada tongkat pertama---di atas tongkat
kedua. Masih tidak bereaksi apa-apa. “11 ½ inchi, inti dari unicorn. Kayu hazel,
keras. Ini bukan tongkatmu, Mr.Chance. Coba yang terakhir. Aku yakin tongkat
ini milikmu. Karena kau adalah lelaki-yang-telah-ditakdirkan,” jelas
Mr.Ollivander lagi. Greyson tidak mengerti apa maksudnya. Greyson meletakkan
tangan kanan diatas tongkat terakhir. Tiba-tiba saja terdengar suara angin yang
bertiup sangat kencang. Tongkatnya terangkat ke arah tangan Greyson yang sempat
terangkat karena kaget. “Waw! Aku tidak pernah melihat efek sedahsyat inI!
Mr.Chance, kau adalah orangnya! Ya!” Mr.Ollivander menggoyangkan bahu Greyson.
Alexa dan Tanner yang melihat dari dekat pintu tercengang dan juga tidak
mengerti apa yang dikatakan Mr.Ollivander. “13 inchi, inti dari bulu burung
phoenix. Kayu hitam dan keras. Ini adalah tongkat terhebat, Mr.Chance!” Mr.Ollivander
memberikan tongkat itu kepada Greyson setelah dia meraba-raba tongkat itu.
“Uhm, berapa ini,
Mr.Ollivander?” tanya Alexa sambil membenarkan rambutnya yang sedikit
berantakan. “Oh, tidak perlu! Aku sudah berjanji saat aku membuat tongkat ini,
jika ada orang yang berhasil memilikinya, aku akan memberikannya gratis,” ujar
Mr.Ollivander. “Oh, oke! Thank you, Sir!” Tanner mengajak Greyson dan Alexa
keluar. “Alexa, Tanner, apa maksudnya ini?” tanya Greyson sambil
membolak-balikkan kotak transparan yang berisi tongkat sihir miliknya. Alexa
dan Tanner menggelengkan kepalanya dengan muka kaget. Saking heran dengan
tongkatnya, Greyson terus menatap kotak itu.
Bruk!
Greyson menabrak
seseorang yang kelihatannya seangkatan dengannya. “Oh, I’m so sorry!” ujar Greyson.
“Hm, it’s okay! No prob!” balas perempuan itu langsung berlari ke arah
laki-laki tua yang sepertinya ayahnya. “Come on, Grey! Kita harus cepat sampai
rumah!” Tanner berlari sambil membawa burung hantu peliharaan Greyson.
***
“Alexa, kau tau apa
maksud Mr.Ollivander?” tanya Tanner sedikit
pelan di kamarnya. “Aku pernah membaca sebuah buku ramalan kelas dua,”
ujar Alexa menutup pintu kamar kakaknya. “Disitu tertulis, ‘penyihir terjahat
di dunia akan bisa dikalahkan dengan seorang anak laki-laki yang memang
ditakdirkan. Dia memiliki salah satu dari tiga tongkat terhebat yang pernah
dibuat oleh seorang pembuat tongkat sihir terkenal, Mr.Ollivander,’” lanjutnya.
Tanner dengan cepat
mengambil buku ramalan miliknya, “halaman berapa?!” “Hm, coba 121,” kata Alexa.
Tanner membuka halaman yang disebutkan oleh Alexa dengan cepat. “AH IYA!
BENAR!” teriak Tanner. “Shhh! Sebenarnya dari sebelum dia lahir, aku merasakan
yang berbeda. Greyson lahir saat hari terakhir peperangan,” Alexa merebut buku
itu dari Tanner. “Lihat! ‘anak laki-laki itu lahir pada saat hari terakhir
perang penyihir yang sangat dahsyat. Dunia berubah saat anak laki-laki itu
lahir. Kejahatan lama telah usai, dan kejahatan yang baru akan muncul detik itu
juga.’” Alexa menatap wajah Tanner dengan wajah khawatir.
***
Grey, kau sudah
siap? Jangan pakai jubahmu dulu! Nanti kalau kau hampir sampai di Hogwarts,
barulah kau pakai,” Lisa mengambil jubah yang sudah Greyson masukkan ke
sebagian tubuhnya. “Kenapa, Mom?” tanya Greyson. “Lebih aman jika kau pakai
disana. Para muggle tidak biasa melihat seragam sekolah seperti ini. Dan memang
ini dilakukan semua penyihir. Ayo cepat, Dad sudah menunggu dibawah! Jangan
lupa bawa daging asap kejunya,” ujar Lisa sambil melipat jubah Greyson dan
memasukkannya ke dalam koper.
“Oreo mana?” tanya
Greyson pada Tanner “Dia sudah ada di mobil. Tenang saja,” jawab Tanner sambil
berlari keluar rumah. Greyson mengangguk lalu memasukkan daging asap keju
bikinan Lisa ke dalam tas kecilnya. “Greyson!!” Panggil Alexa dan Tanner.
“Yaaa, tunggu!” Greyson berlari mengunci pintu rumahnya.
Greyson dan
keluarganya telah tiba di stasiun King Cross tepat pukul 10.30 waktu London.
“Come on, Oreo! Kita akan pergi sekolah!” Greyson memindahkan kandang Oreo ke
troli yang telah disiapkan Tanner. “No, Dad! Biar aku saja yang memindahkan
koper ini,” ujar Greyson. Scott membiarkan anaknya bekerja sendiri agar
terbiasa.
Para muggle yang
sedang berlalu-lalang di stasiun itu menatap Greyson dengan heran. “Grey, abaikan saja! Mereka tidak biasa
melihat ini, mereka hanya muggle,” gumam Greyson dalam hati, seakan dirinya
membaca pikiran orang itu. “Tanner!” Scott memanggil anak pertamanya. Tanner
langsung menembus dinding peron 9 dan 10, diikuti Alexa dan Lisa.
Saat Greyson akan
berlari menembus dinding itu, dia bertemu dengan seorang anak laki-laki bermata
biru. “Hai!” sapa Greyson. “Oh, halo!” balasnya sambil tersenyum. “Namaku
Greyson, Greyson Chance,” kata Greyson. Wanita berambut merah mengembang itu
menatap Greyson kaget. “Namaku Albus Severus Potter. Panggil sama Al. Oh iya,
ini kakakku James Sirius Potter, dan adikku Lily Luna Potter,” Al
memperkenalkan saudara kandungnya kepada Greyson. “Ini ayahku, Harry Potter,
dan ibuku Ginny Potter,” lanjutnya. Greyson tersenyum kepada keluarga Potter.
“Oh, bagaimana kalau
kalian berbicara di dalam kereta? 15 menit lagi kereta berangkat,” ujar pria
berkacamata yang bernama Harry Potter. Scott mengangguk dan membiarkan keluarga
Potter terlebih dulu menembus dindingnya. “Albus, kau duluan saja bersama
Greyson. Aku ingin berbicara dengan ayahnya,” ujar Harry. Albus mengangguk lalu
mengajak Greyson menembus dinding itu bersama.
"Greyson, kemana ayahmu?" tanya Lisa. "Dia bersama Mr.Potter, Mom. Tenanglah, dia akan kesini. Oke, aku berangkat dulu. Sampai jumpa!" Greyson mengecup pipi ibunya lalu berlari ke arah Albus yang sedang berbincang dengan ibunya. "Albus, come on!" Greyson menepuk pundak Albus. "Oh, come on! Bye, Mom!" Albus berlari menyusul Greyson yang sudah berada di dalam kereta.
(to be continued)